Drama penyeberangan Woodland malam sebelumnya sungguh membuat badan remuk. Bayangkan membawa koper sambil menenteng ransel penuh perlengkapan, sambil memegangi anak usia enam tahun yang sudah kecapekan namun tetap sabar mengikuti proses penyeberangan. Penyeberangan dari Singapura ke Johor Bahru malam itu sangat ramai karena kami menyeberang bertepatan dengan jam pulang kantor di hari Jumat (cerita tentang penyebrangan Woodland bisa disimak disini). Si bocah sudah jelas tidak mengeluh, penyeberangan kami ke Johor Bahru adalah demi mewujudkan keinginannya untuk mengunjungi Legoland, taman bermain lego yang dibuka di Johor Bahru. Tapi saya kagum akan ketabahannya yang ditunjukkan dengan diam sambil sesekali bertanya "Are we nearly there?". Termasuk saat dia dengan ceria menyapa petugas imigrasi Malaysia yang menahannya cukup lama. Sang petugas imigrasi tidak melihat banyaknya kemiripan antara si bocah yang berada di depannya dengan foto yang tertera di passport si bocah. Harap maklum, passport si bocah dibuat saat ia berusia baru dua sebelum pandemi melanda. Dan karena pandemi, tak banyak perjalanan yang kami lakukan sehingga tidak ada rekam jejak perubahan wajah si bocah di database imigrasi. Jadilah kami masuk ke Malaysia dengan sedikit tatapan menyelidik ibu petugas imigrasi.
Gloomy morning in JB |
Johor Bahru terhubung dengan Singapura, salah satunya melalui sebuah jembatan yakni the Causeway. Julukan lain Johor Bahru adalah Penghujung Tanah atau Ujung Tanah karena lokasinya yang terletak di ujung selatan Semenanjung Malaysia. Beruntung, hotel yang kami pesan di Johor Bahru jaraknya sangat dekat dengan JB Sentral, yang menjadi lokasi transit pertama para pengunjung dan pekerja dari Singapura saat memasuki Malaysia. Berbekal bus dari imigrasi Woodlands, kami tiba dengan selamat sentosa di JB Sentral. Setelah itu, saya, istri dan anak berjalan kaki menyusuri mall lalu menyeberang menuju hotel tujuan kami di ujung jalan Wong Ah Fok. Kami tiba di kamar menjelang pukul 12 malam dan tak butuh waktu lama bagi kami untuk terlelap. Harapannya, besok kami bangun dan langsung menunaikan misi utama kami ke Penghujung Tanah ini: bermain sepuasnya di Legoland.
Si bocah terbangun dengan girang saat sadar bahwa hari itu adalah jadwalnya ke Legoland. Jatah kami di Johor Bahru memang cuma dua malam. Kami berencana balik ke Singapura besok biar bisa menjelajahi beberapa tempat main anak-anak di Singapura. Sebelum mandi, saya mengajak si bocah menikmati suasana pagi sekitar hotel, berjalan menyusuri kawasan Komtar JBCC dan bermain sejenak di taman kecil di dekat hotel. Saat bermain, langit Johor Bahru yang tadinya cerah berubah menjadi gelap. Segera saya ajak si bocah kembali ke hotel. Saat tiba di kamar, hujan deras mulai mengguyur JB Sentral dan sekitarnya. "Cuma hujan sebentar," harap saya sembari membuka aplikasi traveloka di gawai untuk mengecek tiket masuk Legoland hari itu.
Tempat bermain di tengah kota |
Sayangnya, hujan masih mengguyur dengan derasnya dua jam kemudian. Aplikasi cuaca di gawai pun sepertinya enggan membiakan kami ke Legoland, icon hujan terpampang saat saya mengecek aplikasi cuaca Johor Bahru siang itu. Kondisi hujan yang telah turun selama beberapa jam tentunya membuat kami urung untuk ke Legoland, sudah pasti mengunjungi Legoland dalam kondisi hujan seperti hari itu kurang kondusif. Alih-alih dapat gembiranya, malah berpotensi dapat flunya. Untung saja, kami belum membeli tiket Legoland hari itu. Namun masalahnya adalah pesanan hotel kami di Johor Bahru dan Singapura yang telah kami lakukan jauh-jauh hari. Penundaan keberangkatan ke Legoland ke esok harinya, membuat kami harus mengubah jadwal hotel di Johor Bahru dan Singapura.
Kami segera memesan satu malam tambahan untuk hotel di Johor Bahru, dan mencoba menjadwalkan ulang hotel kami di Singapura. Si bocah sendiri nampak sedikit kecewa tak jadi ke Legoland hari itu, kamipun sedikit bingung harus kemana karena kami tak banyak riset harus kemana selain Legoland di Johor Bahru. Terlebih, hujan yang tak berhenti membuat kami tak berkutik dan berakhir ngendon di kamar, mati gaya.
Menjelang jam 12 siang, hujan mulai mereda, menyisakan gerimis yang menolak berhenti total. Pasukan mati gaya di kamar hotel, bergegas mengambil payung dan memanfaatkan momen gerimis untuk mencari suaka dari kebosanan karena terperangkap di kamar. Lokasi hotel yang terletak di seberang Komtar JBCC memudahkan kami untuk masuk ke kawasan perbelanjaan di tengah kota Johor Bahru di tengah gempuran gerimis. Dari Komtar JBCC kami menyeberang ke Johor Bahru (JB) City Square, yang menjadi pelarian kami siang itu. JB City Square ternyata bisa menjadi pelipur lara buat si bocah, ada toko mainan anak dan toko buku yang menjadi penyelamat moodnya siang itu. Terlebih, ada buku tentang tata surya yang ia sukai dan akhirnya terbeli di toko itu. Sosok Hulk yang jadi pajangan di toko mainan juga membuat si bocah sumringah, meski sebenarnya dia berharap bertemu Upin Ipin.
JB City Square |
Yang menjadi gong jalan-jalan siang itu adalah saat masuk ke Decathlon JB City Square (ya saya tahu, Decathlon juga ada di Jakarta). Tokonya yang luas dengan berbagai pajangan alat olahraga membuat saya dan si bocah menghabiskan waktu mencoba berbagai alat olahraga maupun perlengkapan yang dipajang di Decathlon. Si bocah tak henti berloncat di trampolin, lalu mencoba menendang bola ke gawang, berlarian kesana kemari hingga kecapaian. Ia nampah begitu menikmati bermain dalam toko Decathlon. Saya dan istripun demikian, kami begitu menikmati menyusuri rak demi rak di toko ini, bahkan beberapa kali ke fitting room untuk mencoba beberapa baju olahraga yang modelnya kami suka. Kami beruntung karena masih ada lokasi alternatif yang bisa menjadi tujuan jalan-jalan kami di siang bercuaca galau hari itu.
Decathlon yang lapang dan trampolin yang mengundang |
Menjelang sore, cadangan air di langit nampaknya sudah habis. Meski mendung, hujan tak lagi turun. Kami memanfaatkan sore itu dengan menyusuri jalan-jalan di sekitar JB sentral, menikmati jalur pejalan kaki yang dibuat lebar (yang harusnya menjadi hak-hak pejalan kaki di berbagai kota di belahan bumi), mencari warung lokal. Kami melewati hotel CIQ yang ikonik dan mampir bermain di taman seberang Komtar JBCC yang masih basah namun si bocah tak peduli. Kami menyusuri beberapa tempat peribadatan sembari menyesap wangi petrichor tanah dan aspal setelah hujan. Jalan sore itu berakhir dengan si bocah minta digendong karena sudah kecapekan jalan. Setelah makan malam di sebuah restoran Jepang, kami kembali ke hotel dan tidur cepat.
Afternoon stroll at Johor Bahru |
Hari itu sebenarnya berpotensi menjadi salah satu hari yang buruk dalam kunjungan jalan-jalan kami ke Johor Bahru, namun ternyata tak kejadian. Hujan yang tak kami perhitungkan sebelumnya, mengubah susunan jadwal yang kami buat. Namun, terkadang saat jalan-jalan, kita tak melulu bicara tentang destinasi, bukan? Proses kita beradaptasi terhadap hal-hal yang berada di luar kontrol kita saat dalam perjalanan, juga menciptakan memori yang kelak akan membuat tersenyum saat dikenang. Siapa sangka bocah yang tadinya kecewa tak bisa ke Legoland hari itu, bisa terhibur cukup dengan jalan-jalan sekitaran hotel dan diajak masuk ke pusat perbelajnaan. Siapa sangka, saya yang tadinya niatnya cuma menghabiskan waktu saat masuk Decathlon berujung membeli dua celana olahraga dan satu sempak renang.
Sebelum tidur, malam itu saya menyempatkan mengecek aplikasi cuaca di gawai saya untuk melihat cuaca esok hari, tampak ikon matahari tanpa awan yang muncul. Saya lega dan tertidur pulas. Besoknya, cuaca Johor Bahru takluk pada aplikasi cuaca, cerah tanpa awan. Dengan mengandalkan grab, kami meninggalkan hotel menuju ke Legoland. Sekitar 30 menit kemudian, kami bertiga sudah berdiri depan gerbang Legoland. Keinginan si bocah untuk mengunjungi Legoland akhirnya terwujud.
Berakit-rakit ke hulu, bermobil daring ke Legoland |
There will always be sunshine after the rain, kiddo, (especially after extra cost for another night in Johor Bahru and cancellation fee for our hotel in Singapore hahaha)
Wah Wajah saya lebih berubah lagi sebelum dan sesudah pandemi
BalasHapusTapi justru tambah gendut, pipi tambah gemuk hehehe
Buku Tata Surya, lah kok sama. Saya sampai saat ini masih suka dengan buku buku seperti itu.
Saya membaca arikel ini, di luar rumah hujan lebat
Bener sih mas, kadang apa yang udah di rencanakan taunya beda, kendala ujan dan lainnya di luar ekspektasi, tapi syukurnya anaknya tetep aja hepi walo nggk jadi ke main Legoland, mak bapaknya jadi bisa belanja juga,..hehe
BalasHapusbetul mas, kita hanya bisa berencana dan berusaha, hasilnya di luar kendali kita
BalasHapus